Bangkit Dari Keterpurukan
By : Fernando Sihotang
Bulan Desember tahun 2008 bagi saya adalah saat dimana saya memecahkan kebuntuan dan keputusasaan akan masa depan saya yang hampir tidak akan saya temukan lagi. Berbekal dari kemampuan yang standard dan bahasa inggris yang tidak layak, saya diberikan Tuhan hadiah Natal untuk lulus dalam seleksi study ke Eropa tepatnya di Serbia. Beasiswa tersebut saya dapatkan menjelang akan berakhirnya masa kuliah – hampir drop out karena kelamaan tamat.
Saya tidak sepenuhnya percaya dengan pepatah “nasi sudah menjadi bubur” yang bagi saya tidak cocok untuk membangun motivasi orang-orang muda untuk berjuang keras dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya. Tidak ada yang mustahil untuk bisa dicapai jika kita mempu memotivasi diri kita tanpa harus berkutat pada penyesalan berkepanjangan. Motivasi itu lah yang kemudian menjadi modal saya memecahkan keputusasaan tersebut. Kesadaran itu muncul dua bulan sebelum saya lulus seleksi tersebut dengan memulai dari “nol” dan kemampuan bahasa inggris anak SD memaksa saya harus belajar sendiri setiap hari dengan rata-rata tujuh jam sehari.
Modal keberanian yang ada membuat saya mengisi formulir yang tersedia di situs internet dan memulai membuat tulisan-tulisan aneh bagi saya pada saat itu dengan menggunakan bahasa inggris. Perjuangan ini saya jalani bukan sebatas bagaimana saya harus banyak belajar kosa kata bahasa inggris, akan tetapi juga cacian, ejekan dari teman-teman serta kondisi keuangan yang tidak memadai untuk mengikuti seleksi ini. Beberapa teman saya secara blak-blakan berkata “Fernando, berani sekali kamu mencoba beasiswa ke luar negeri. Saya saja memiliki IP (Index Prestasi) 3,2 tidak berani mencoba dan kamu sudah jelas jauh dibawah saya. Coba sering-sering berkaca lah”. Dengan penguatan Nats Alkitab (Mat 5 :43-44) yang menyatakan bahwa kita harus mengasihi musuh kita. Mengasihi yang saya maksudkan disini bukan lah hanya sekedar tetap menjadikan nya sebagai sahabat tanpa harus membenci nya, akan tetapi juga ini saya jadikan sebagai acuan saya memuji kritikan nya yang membuat saya semakin termotivasi untuk membuktikan bahwa saya juga mampu dan meyakinkan setiap orang pasti punya kelebihan masing-masing.
Masalah yang terus menghantui saya kemudian adalah keuangan saya yang tidak memungkinkan untuk mengikuti tes interview di Jakarta. Tuhan masih tetap menunjukkan jalan bagi ku dengan mendapat pinjaman uang dari beberapa teman. Pada saat itu saya sudah siap untuk tidur di emperan toko dan itu hampir terjadi dikarenakan uang tersisa dikantong tinggal Rp. 10.000 jika saya tidak berjumpa dengan seseorang yang baru saya kenal di dan diijinkan untuk tinggal beberapa hari di rumah nya.
Seperti yang saya sampaikan diawal, dengan hanya modal keberanian dan kepercayaan diri saya di interview sehingga terkadang membuat interviewer kebingungan dengan bahasa inggris saya. Akan tetapi saya tidak putus asa untuk menyatakan bahwa jika saya diterima, dalam waktu tempo dua bulan saya menggaransi bahwa saya dapat menambah pengetahuan bahasa inggris saya dan saya siap untuk tidak mendapatkan nya jika dalam tempo dua bulan saya tidak bisa membuktikan nya. Dengan pertimbangan dari pihak juri,saya dinyatakan lulus dengan syarat dalam tempo dua bulan saya sudah bisa berbahasa inggris aktif. Tidak menyangka dalam dua bulan saya memenuhi syarat awal dan dengan terharu saya ternyata bisa membuktikan kepada orang-orang yang mencaci dan mengejek saya selama ini dan juga membuat orang tua ku bangga akan prestasi ku tersebut. Bagi saya mereka adalah guru ku yang abadi dan ku ucapkan terima kasih banyak buat mereka yang membuat motivasi ku bangkit 360O.
Bulan Februari saya sah untuk mengikuti study di Serbia untuk 3 bulan dengan dibiayai oleh Menteri Pendidikan Republik Serbia. Selain fokus memperbandingkan konflik-konflik yang terjadi di Indonesia dan juga di Serbia, saya juga diminta untuk menjadi fasilitator tunggal – hanya saya yang berangkat ke Eropa – untuk workshop leadership, communication dan negotiation serta mempresentasekan Indonesia dan kebudayaan nya kepada pemuda dan pelajar Serbia serta Hungaria. Saya lagi-lagi hampir tidak percaya bakal berbicara dihadapan orang-orang yang berambut warna, mata berwarna hijau dan berkulit putih.
Banyak hal yang saya peroleh dari pengalaman study saya di Serbia yaitu salah satunya bahasa inggris saya yang jauh semakin membaik dan juga keberanian saya untuk melakukan petualangan pencarian beasiswa di negeri orang. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa guru yang abadi itu sebenarnya adalah “musuh-musuh” itu sendiri yang ada di sekitar kita. Jadilah orang-orang yang mempu menerima masukan walau sepahit apapun itu karena itu yang menggerakkan animo kita untuk terus maju. Semoga tulisan ini mampu membangkitkan semangat kita semua dan jangan pernah menyerah sambil berdoa. Tuhan beserta kita.
Berburu Beasiswa Ke Luar Negeri
Capailah cita-cita mu sampai ke negeri cina. Kiasan ini mungkin bukan hanya sekedar kata yang sering diucapkan oleh guru ataupun berupa nasihat dari orang tua, akan tetapi kali ini saya capai hingga ke Eropa.
Buat sebagian orang pendidikan yang terbaik adalah pendidikan yang terjangkau oleh kantong dan otak, tapi tidak sedikit juga yang berpikiran untuk mencapai pendidikan jauh dinegeri orang. Mengecap pendidikan di luar negeri adalah harapan dan sekaligus impian setiap orang untuk mendapatkan nya dikarenakan mutu pendidikan dan juga prestise yang didapatkan. Pada dasarnya impian itu bukan hanya bisa didapatkan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan secara finansial, mereka yang tidak memiliki finansial yang memadai juga bisa merasakan peluang yang sama untuk mengecap pendidikan di luar negeri. Berbagai hal ditempuh untuk mendapatkan impian tersebut, salah satunya adalah dengan berburu beasiswa. Ini bagi kebanyakan orang dianggap sebagai jalan alternatif jika kondisi keuangan tidak memungkinkan melanjutkan pendidikan ke luar negeri.
Bukan hal yang mudah bagi setiap orang bisa mewujudkan impian tersebut, selain ketekunan yang menjadi syarat utama juga banyak prosedur yang harus dilakukan. Jika dilihat dari persyaratan yang harus dipenuhi, sekilas dapat mematahkan semangat para pencari beasiswa. Tidak hal yang sulit lagi saat ini mendapatkan informasi kesempatan mendapatkan beasiswa dari lembaga-lembaga donor bagi warga negara indonesia yang semakin banyak ditawarkan. Banyak peluang yang bisa didapatkan dengan menggunakan teknologi seperti halnya browsing di internet dan semakin banyak nya komunitas pencari beasiswa yang dapat diikuti. Komunitas tersebut dapat saling menukar informasi beasiswa seperti yang saya lakukan dengan bergabung di mailling list.
Pengalaman saya mendapatkan dua kali study (beasiswa) di Eropa tidak terlepas dari intensitas yang banyak saya tujukan untuk melakukan pencarian beberapa situs di Internet, dan barangkali banyak orang menyangka bahwa saya lama di Internet hanya sekedar membuka Facebook dan bermain Poker. Internet sangat menjanjikan dalam penyediaan informasi tersebut yang pada akhirnya saya dapat mengecap pendidikan di Serbia pada awal tahun 2009 dan di Swiss pada tahun 2010. Jika anda tertantang dengan informasi yang tersedia anda dapat menjelajahi nya jika application nya sedang lagi ditawarkan oleh pihak pemberi beasiswa tersebut yang beragam jenis seperti beasiswa short course, internship, international conference serta beasiswa gelar (S1, master maupun PhD). Walaupun peluang pertama ini saya dapatkan berawal dari niat yang masih hanya sekedar mencoba keberanian diri karena saya menyadari bahasa inggris saya masih jauh di bawah standard dan hanya bermodalkan percaya diri serta juga Tuhan. Selanjutnya saya mengirimkan berkas-berkas yang diminta lewat email lembaga tersebut setelah saya mengisi application nya selama satu bulan – seharusnya satu hari mungkin bisa selesai jika kompeten. Puji Tuhan saya dipanggil untuk mengikuti interview di kampus UI – Depok dengan perasaan pesimis setelah melihat Curiculum Vitae peserta lain yang sudah melanglang buana ke luar negeri. Akan tetapi sekali lagi saya katakan bahwa saya hanya mampu meyakinkan mereka untuk mengembangkan bahasa saya selama dua bulan sehingga mereka tertarik dengan tantangan yang saya sampaikan dalam interview tersebut. Alhasil saya lulus.
Saya bangga mempersembahkan tulisan dan pesan ini kepada orang-orang khususnya PNB HKI. Saya diingatkan oleh amang Pdt. Happy Pakpahan bagaimana saya mampu memberikan motivasi lewat tulisan kepada PNB HKI agar kiranya bersama-sama kita berjuang untuk mendapatkan pendidikan dan juga pengalaman di luar negeri. Ini juga jadi harapan saya nantinya kita dapat membangun Gereja secara umum dan juga PNB secara khusus lewat mutu pendidikan serta prestasi yang kita capai.
Kembali dari Serbia, saya memulai untuk mencari informasi beasiswa lain nya – tanpa syarat TOEFL – di internet yang kebetulan Lutheran World Federation (Swiss) sedang memberikan peluang Internship untuk pemuda Kristen di seluruh dunia. Rasa pesimis itu muncul lagi dengan melihat syarat yang jauh lebih berat dari apa yang saya bayangkan yaitu penguasaan bahasa selain bahasa inggris serta juga lembaga ini hanya memberikan peluang kepada satu orang. Terbayang sesaat jika yang mengajukan diperkirakan ratusan bahkan ribuan orang. Akan tetapi doa meyakinkan ku untuk berjuang sekeras tenaga walaupun pendaftaran nya akan tutup dalam tempo 10 hari dan harus menemui amang Ephorus untuk meminta dukungan dalam hal pernyataan saya sebagai anggota jemaat HKI dan juga keterlibatan saya di PNB HKI. Usaha itu saya lakukan dengan menemui amang ephorus secara resmi dan administratif walaupun saya harus meminjam uang untuk ongkos. Akhirnya dengan dukungan dan juga motivasi dari amang ephorus serta tantangan yang saya lalui membuat saya semakin yakin “SAYA PASTI LULUS”.
Banyak dari antara kita mungkin masih beranggapan bahwa mendapatkan surat pernyataan/rekomendasi dari HKI sangatlah sulit dan hanya segelintir orang (keluarga pendeta/majelis pusat) yang bisa mendapatkan nya. Saya merupakan anak seorang pendeta HKI (Pdt. Eli M.B Sihotang) dan tidak pernah mengatasnamakan orang tua untuk hanya memohon atau pun bertemu dengan pucuk pimpinan HKI. Bahkan orang tua saya sendiri tidak mengetahui rencana ini sampai saya dinyatakan lulus seleksi dan akan berangkat ke Swiss. Siapapun personal nya jika memiliki keinginan kuat disertai kemampuan yang memadai, HKI akan selalu memberikan dukungan yang terbaik.
Pada tanggal 30 October saya mendapat informasi dari Lutheran World Federation (Swiss) bahwa saya diterima study selama 10 bulan dengan mendapat biaya full yang akan ditempatkan bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai satu-satu nya utusan Pemuda dari seluruh dunia setelah melewati dua tahap seleksi termasuk interview lewat telepon. Saya merasa bangga sebagai pemuda HKI yang berhak mendapatkan peluang tersebut dan memberikan nilai plus bagi HKI dimata dunia Internasional nantinya. Bagaikan mimpi.
Saya menyadari tidak semudah yang kita pikirkan memperoleh peluang itu. Motivasi adalah kunci utama yang saya bangun sendiri dengan dibalut oleh doa dan itu menjadi senjata utama saya bisa mendapatkan peluang tersebut. Diawal saya merasa pesimis dengan kemampuan dan keahlian saya termasuk pengetahuan bahasa saya yang dahulunya bisa dikatakan “tidak layak”, namun motivasi itu lah yang kemudian menjadi guru terbaik dengan semangat belajar sendiri – karena tidak punya dana untuk ikut kursus.
Banyak program beasiswa ditawarkan dan itu semua tersedia di Internet yang sudah mudah di akses di manapun. TOEFL Internasional memang banyak dijadikan sebagai syarat mutlak beberapa pemberi beasiswa ke luar negeri. Mungkin ada beberapa dari antara anda yang memiliki nasib sama dengan saya, (tidak mampu secara finansial untuk membayar Tes TOEFL – kira-kira 2 juta rupiah – dan juga bahasa inggris yang masih standard) anda bisa mencari alternatif dengan mencari beasiswa yang tidak menjadikan TOEFL sebagai syarat utama. Program Internship yang pernah saya dapatkan di Serbia dan yang saat ini saya dapatkan di Swiss tidak meminta syarat tersebut akan tetapi kita diwajibkan membuat essay – tergantung akan isu dan program yang sedang digeluti. Sebagai contoh saya membuat essay tentang hak asasi manusia yang menjadi salah satu fokus UN Commitee for Human Rights di Swiss yang berhubungan dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman sosial saya. Ini digunakan oleh beberapa orang sebagai batu loncatan untuk mendapatkan Beasiswa Master atau PhD dikarenakan penguasaan bahasa yang pasti akan semakin baik dan juga pengalaman internasional serta kepercayaan diri yang semakin tinggi.
Tidak banyak yang bisa saya sampaikan dalam tulisan ini akan tetapi saya terbeban untuk sharing dan berbagi pengalaman dan informasi bersama teman-teman PNB HKI dengan membangun komunikasi dengan saya. Besar harapan saya kita bisa memantapkan kualitas sebagai seorang anak HKI yang punya semangat juang yang bisa membanggakan gereja, orang tua dan orang Kristen. Jangan pernah malu untuk bermimpi karena semuanya pasti dimulai dengan “MIMPI”. Semangat berjuang dan raihlah cita-cita mu. Tuhan beserta kita. Amin
Oleh : Fernando Sihotang
Telp : 085275872494
Email : fernando.sihotang@gmail.com
Note:
Tulisan ini saya dedikasikan untuk :
*Amang Ephorus dan Sekretaris Jenderal HKI
*Amang Pdt. Happy Pakpahan yang punya semangat muda
*Untuk kemajuan PNB HKI se-Indonesia
*Keluarga serta kemuliaan Tuhan
saya salut dengan perjuangan saudara 🙂
saudara Fernando tidak kenal putus asa dan memang pantas mendapatkan apa yang telah saudara raih.
Terimakasih Estiewe buat comment nya..Anda juga bisa meraih mimpi anda selagi mimpi itu masih gratis..Benar bukan?
Salam,
Fernando